Lanjut ke konten

“PERASAAN BANDJAR TOTOK” AMIR HASAN BONDAN

Maret 27, 2010

Amir Hasan Bondan. Nama lengkapnya Amir Hasan Kiai Bondan, mengikutsertakan nama ayahnya: Kiai Bondan. Ia dilahirkan di Marabahan pada tanggal 10 Februari 1882. Termasuk putera Banjar pertama yang memasuki sekolah Europese Lagere School (ELS) tahun 1893, kemudian melanjutkan ke STOVIA namun tidak tamat. Amir Hasan Bondan salah seorang pendiri Seri Budiman (1910) sebuah organisasi lokal beranggotakan para pangreh praja dan pedagang yang bertujuan mempererat hubungan silaturahmi sesama anggotanya, mempropagandakan pentingnya pengajaran dari Barat, persatuan kaum pedagang dan pertanian. Bersama-sama dengan dr. Rusma, Gusti Citra, Kumala Ajaib, Mas Abi dan Abdullah, ia mendirikan organisasi Srie tahun 1923. Organisasi Srie mempunyai Taman Bacaan (Het Leesgezelschap) dan majalah mingguan Malam Djoema’at yang ia pimpin bersama Saleh Bal’ala. Dalam majalah ini para anggota Srie mengadakan rubrik tulisan tersendiri. Haluan dan isi tulisan mereka mula-mulanya bertemakan keagamaan, lambat laun isinya mengarah kepada kebangsaan. Menyambut proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ia aktif dalam kepengurusan PRI (Pemuda Republik Indonesia) yang diketuai Pangeran Musa Ardikesuma.
Sebagai seorang tokoh pergerakan, budayawan dan wartawan maka Amir Hasan Bondan sering menulis di media cetak. Bukunya berjudul “Suluh Sedjarah Kalimantan” terbitan Fadjar Banjarmasin tahun 1953, merupakan buku yang “wajib” dijadikan rujukan bagi siapa saja yang ingin menulis sejarah dan kebudayaan Banjar.
Diantara tulisan Hasan Bondan yang menarik adalah yang pernah terbit di surat kabar Indonesia Merdeka edisi Nomor 99 Tahun ke VII, Sabtu 28 April 1951 berjudul “Pers di Kalimantan”, isinya menceritakan sekilas perkembangan pergerakan tahun 1920-an. Tulisannya itu berasal dari tulisan sebelumnya yang pernah terbit dalam majalah yang ia pimpin yakni majalah Malam Djoema’at tanggal 24 November 1927 dengan judul “Perasaan Bandjar Totok”:

Saja ini seringkali berlajar pulang balik ke tanah Djawa berdagang barang makanan dan dan barang palen.Di segenap pasar dan desa banyak kenalan orang2 Djawa dan Madura dan saja kerapkali nonton orang gaderingan, politik buat kemadjuan bangsa. Di Djawa petjah kabar, tuan besar Djenderal sudah mengeluarkan perintah sama amtenar2 supaja djangan membesarkan diri. Pendeknja supaja orang2 Kantoran mau berbitjara pandjang sama orang Kampung, suka mengenal rakjat……………………..

Tempo saja pulang di Bandjarmasin, kenapa saja kebetulan ada membatja Koran Malam Djum’at. Di dlm koran saja ada batja matjam2 karangan buah pikiran anak Bandjar. Di antara karangan2 jg sudah saja batja, jang menarik hati benar2 jaitu: I. Tuan besar Djenderal bermaksud supaja orang2 jg makan gadjih sama Kompeni dan bangsa Belanda supaja suka mengenal rakjat dan suka berbitjara sama tetuha2 kampung……………………………
(Tjotjok sadja kabar Djawa sama Borneo. Lamun begitu koran2 di Borneo tidak kalah lawan koran2 di Djawa. Sama2 hangat bunji kabarannja) ……………………….

Di Djawa di kampung banjak sekolah matjam2, laki2 perempuan kerotjosan bisa basa Belanda-Inggeris. Di rumah kuting-kutingan koran di tangan. Djadi dalam hati saja, kalu sama bersekolah, tida ada lainnja Djawa sama Bandjar.
Sekarang Borneo mau madju, tapi bagaimana kalau sekolah sedikit. Tiap tahun banjak anak Bandjar tidak bisa dapat tempat di sekolah2. Pasal ini, anak Bandjar jang nekat2 dan sekolah tinggi djangan berdiam diri sadja, sunji burinik. Saja liat di Djawa jg djadi pengurus, semua orang Djawa jang pintar2; rakjat berdiri di belakang si pintar. Mustahil di Bandjar tida ada org pintar jg suka beraksi buat memadjukan negeri.
Lamun anak Bandjar jang berdiploma kagum, siap lagi jg diharap2 buat ke muka. Orang kampung kebanjakan ada sadja hati mau turut madju, tetapi kepala kawan tida bergerak.

Adapun pasal meadakan sekolah perempuan, lamun orang besar tida lekas memulainja, kita kerdjakan sendiri. Orang kampung harus rami2 membantu uang derma dan jg pintar djadi pengurusnja. Dan lagi kalau les derma sudah didjalankan, diharap djuga saudagar2 Bandjar buka tangan, djangan engken mengeluarkan uang derma, sebab itu amal memadjukan bangsa sendiri kaum perempuan….

2 Komentar leave one →
  1. April 4, 2010 2:30 pm

    Nah, ini tulisan nang ulun katujui banar. tulisan sidin nang di koran tuh menggambarkan gap antara masyarakat di pulau jawa wan di kalimantan jaman dulu. dan ada perhatian dari sidin akan hal itu. Pemikiran sederhana yang luar biasa untuk kemajuan urang banjar masa itu, dan sekarangpun masih berlaku.

    bujur….

  2. syaharuddin permalink
    April 10, 2010 2:21 pm

    Kelebihan buku Karangan Amir Hasan Bondan: Suluh Sejarah Kalimantan terletak pada uraian tentang kebudayaan Banjar, namun untuk materi sejarah masih harus diperbandingkan dengan data-data kolonial baik itu kolonial verslag maupun dalam Memorie van Overgave (MvO)….kira-kira begitu komentar ulun nang baru belajar sejarah ini pak. Tapi tulisan pian banyak memberi informasi bagi masyarakat Banjar tentang sejarah Banjar.

    Terima kasih atas tanggapannya. Memang harus diperbandingkan dengan sumber lain …….

Tinggalkan Balasan ke fauzan Batalkan balasan