Lanjut ke konten

Melawan Lupa (2): Perpindahan Perkantoran ke Banjarbaru

Maret 12, 2022

Oleh Wajidi

Penetapan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarbaru sebagaimana tercantum dalam UU Provinsi Kalimantan Selatan bab II pasal ke-4 bukanlah sebuah kebijakan yang tiba-tiba atau bukan sesuatu hasil proses tanpa landasan berupa kajian.

Pada tahun 1999 pernah dilakukan Studi Kelayakan Rencana Pemindahan Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan oleh konsultan     PT Wiratman & Associates yang merekomendasikan Banjarbaru sebagai rencana ibukota terpilih dari dua alternatif lain yaitu Banjarmasin dan Kecamatan Pleihari.  Pemerintah Provinsi Kalsel melalaui Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan telah menyebutkan bahwa Kota Banjarbaru sebagai kantor Pemerintahan Provinsi (halaman IV-23 dan IV-24).

Visi dan Misi Gubernur terpilih 2005-2010 (Drs. H. Rudy Ariffin) yang tertuang dalam RPJM Provinsi Kalimantan Selatan 2006-2010 menyebutkan prioritas pembangunan 2006-2010 adalah mempersiapkan dan merealisasikan proses pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru.

Sebagai salah satu pelaksanaan RPJM tersebut maka pada tahun 2006, Pemerintah Provinsi Kalsel melalui Balitbangda Provinsi Kalsel yang kala itu dikepalai Ir. H. Aksan Zuzaimah, M.S. dengan bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat melaksanakan “Kajian Komprehensif Pemindahan Kantor Gubernur Dalam Rangka Persiapan Perpindahan Pusat Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan ke Banjarbaru”. Tim peneliti yang dibentuk dengan berbagai latar belakang keahlian. Sebagai penanggung jawab tim peneliti adalah Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc, yang kala itu adalah Kepala Lemlit Unlam (kini ULM). Ketua Tim Peneliti adalah Dr. H. Wahyu, MS, Sekretaris Rudi Hartono, ST, PG Dip. PD, MUP, anggota terdiri dari: Dr. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc,   Ir. Meldia Septiana, M.Si,   Maya Sari Dewi, S.Sos, MM,   Yulia Qamariyanti, SH, M. Hum,   dr. H. M. Bakhriansyah, M. Kes,   Ir. Purwadi,          Drs. Wajidi, dan   Drs. Abdul Galib, M.Pd.

Kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru. Foto: mainmain.id

Ada apa dengan Kantor Gubernur?

Kantor Gubernur merupakan simbol kebanggaan bagi provinsi yang dinaunginya. Di kantor tersebut kendali pemerintahan provinsi dilakukan. Kantor Gubernur yang representatif, megah, dan indah akan memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga. Sebaliknya, Kantor Gubernur yang tidak representatif dan tidak direncanakan serta didesain dengan matang akan mengurangi kebanggaan warga.

Perkantoran Pemerintah Provinsi di Banjarmasin dihadapkan pada sejumlah kendala:  (1) Berdasarkan perhitungan standar luasan ruang kantor per orang, kondisi Kantor Gubernur yang ada di Banjarmasin sudah tidak mungkin lagi untuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan struktur organisasi pemerintahan. Luasan bangunan gedung Kantor Gubernur beserta Sekretariat Daerah Kalimantan Selatan adalah 12.241,5 m2 hanya akan mencukupi kebutuhan luasan sampai maksimal lima tahun yang akan datang,  (2) Kantor Gubernur beserta Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan diapit oleh beberapa kantor, dan tepat berhadapan dengan jalan raya yang selanjutnya berhadapan langsung pula dengan aliran sungai Martapura. Letak ini menyebabkan Kantor Gubernur beserta Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan rentan terhadap cemaran, baik debu maupun kebisingan yang bersumber dari lalu lintas yang melewati jalan raya tersebut, (3) Sarana yang ada sekarang letaknya tersebar sehingga komunikasi antara Kantor Induk dan Kantor Badan/Dinas Teknis dan pembinaan kepegawaian menjadi tidak efektif, (4) Selain karena letak organisasi perangkat daerah yang menyebar, pada Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Sekarang juga tidak tersedia ruangan besar (aula) yang relatif besar untuk dijadikan tempat mediasi maupun pertemuan antara gubernur dengan jajaran dalam rangka koordinasi tugas, (5) Rencana relokasi  semua biro, badan, dinas, dan kantor yang berada di bawah Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan pada lokasi yang berdekatan sulit dilakukan di lahan yang ada sekarang karena tidak akan dapat memenuhi kebutuhan lahan yang diperlukan.

Alternatif pemecahan masalah yang bisa dilakukan adalah memindahkan Kantor Gubernur ke tempat lain yang mempunyai ketersediaan lahan memadai. Pemindahan lokasi masih dalam lingkup kota Banjarmasin akan menemui beberapa kendala, antara lain adalah masalah besarnya biaya yang diperlukan. Karena kondisi tanah rawa di Banjarmasin, pembangunan memerlukan biaya yang besar. Struktur bangunan memerlukan konstruksi khusus yang sangat besar biayanya dibandingkan dengan konstruksi di lahan kering/tanah tinggi/perbukitan.

Kajian Pemindahan Kantor Gubernur

Kota Banjarbaru adalah  lokasi yang dianggap tepat dan ideal untuk dijadikan pusat perkantoran pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk memastikan hal ini, perlu adanya kajian komprehensif mengenai perpindahan Kantor Gubernur ke Banjarbaru yaitu dari aspek legalitas, teknis, ekonomis, organisasi dan manajemen, sosial kemasyarakatan, dan lingkungan terhadap rencana pemindahan Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru. Kemudian, kajian juga bertujuan untuk mendapatkan alternatif lokasi Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru yang sesuai baik dari aspek legalitas, teknis, ekonomis, organisasi dan manajemen, sosial kemasyarakatan, dan lingkungan. Dan tujuan terakhir dari kajian adalah untuk mendapatkan gambaran dasar dampak-dampak yang akan timbul baik dari aspek legalitas, teknis, ekonomis, organisasi dan manajemen, sosial kemasyarakatan, dan lingkungan pada kota Banjarmasin sebagai kota yang ditinggalkan dan pada kota Banjarbaru sebagai kota yang ditempati sehingga dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengambil kebijakan dan keputusan.

Hasil kajian menunjukkan bahwa dari aspek Legalitas, kebijakan pemindahan Kantor Gubernur sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan kewenangan penuh Gubernur dengan persetujuan DPRD yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. Hal ini sudah menjamin kepastian hukum karena termasuk dalam peraturan perundang-undangan dalam negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Dari aspek historis, keinginan untuk melakukan pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru tidak timbul secara seketika tatapi melalui proses sejarah yang panjang dan lama sejak tahun 1950-an.

Berdasarkan kajian dari aspek teknis, Kantor Gubernur di Banjarmasin masih memadai hingga tahun 2007 bila ditinjau dari segi luasan bangunan. Tetapi bila ditinjau dari faktor-faktor beban kota Banjarmasin yang semakin tinggi, kualitas lingkungan yang di bawah standar, aspek kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sebagai akibat kondisi tanah rawa; sudah sepantasnya Kantor Gubernur dipindahkan ke lokasi lain yang memiliki kondisi lebih baik dari Banjarmasin. Menurut hasil Studi Kelayakan yang dilakukan oleh Konsultan PT Wiratman & Assc, kota Banjarbaru merupakan lokasi dengan tingkat kelayakan tertinggi dibanding alternatif lain (Banjarmasin dan Pleihari).

Penentuan alternatif lokasi di Banjarbaru didasarkan pada kriteria: Daya dukung wilayah; Ketersediaan lahan cadangan; Kemudahan aksesibilitas; Topografi kawasan; Kondisi dan tingkat ketersediaan air bersih dan listrik; Kesuburan tanah dan prospek pengolahan; Kemudahan pembebasan tanah; Kondisi dan potensi drainase lingkungan dan pembuangan limbah; Kondisi pola dan tata lingkungan; Kesesuaian dengan dokumen perencanaan kota Banjarbaru.

Berdasarkan kriteria di atas diperoleh empat alternatif lokasi yaitu: Loktabat Kecamatan Banjarbaru Kota, dengan luas ± 400 hektar; Trikora-Palam-Guntung Upih Kecamatan Banjarbaru Kota, dengan luas ±1000 hektar; Sungai Ulin Kecamatan Banjarbaru Kota, dengan luas ± 350 hektar; dan Gunung Kupang Kecamatan Cempaka dengan luas ± 1800 hektar.

Dari aspek Manajemen Dan Organisasi, letak Kantor Gubernur Provinsi Kalsel dan jajarannya yang tersebar menyebabkan sosialisasi Perda Provinsi Kalsel No. 8/2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat DPRD Provinsi Kalsel berjalan tidak optimal. Proses pembinaan pegawai oleh Gubernur menjadi tidak efektif dan efisien. Pemindahan Kantor Gubernur ke Banjarbaru dalam satu lokasi diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Dari aspek Sosial Budaya, aspek Pemindahan Kantor Gubernur ke Banjarbaru dalam satu lokasi akan menimbulkan dampak sosial dan budaya baik berupa dampak positif maupun negatif. Untuk Banjarbaru: terdorongnya penduduk luar Banjarbaru untuk pindah ke kota Banjarbaru (arus urbanisasi). Untuk Banjarmasin: dapat dihindarinya efek negatif akibat dari akumulasi kekuasaan yang berinteraksi langsung dengan dunia bisnis komersial, berkurangnya beban kota baik dari segi kehidupan sosial maupun lingkungan perkotaan. Untuk aspek ekonomi, dampak yang terjadi untuk Banjarbaru: terpicunya pertumbuhan pembangunan dan pengembangan sumber daya alam dan manusia, naiknya harga tanah di sekitar lokasi pusat pemerintahan provinsi, bertambahnya beban anggaran pembangunan daerah untuk secara cepat membangun fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Sedangkan untuk Banjarmasin: dihilangkannya beban pembiayaan protokoler dapat membantu pendanaan untuk mengatasi masalah lingkungan, bekas fasilitas-fasilitas instansi pemerintahan provinsi yang akan dipindahkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana promosi dan pemberdayaan kegiatan perekonomian. Dari aspek Kesehatan Lingkungan, dari hasil pemerikasaan laboratorium pada keempat lokasi alternatif, dengan pertimbangan nilai kualitas udara (kebisingan) di daerah Gunung Kupang dan Sei Ulin yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dan usaha untuk memperbaiki kualitas kebisingan udara bukan hal yang mudah dan murah, maka daerah Trikora-lah yang paling memenuhi syarat secara kesehatan lingkungan untuk dijadikan lokasi baru Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian, para peneliti mengeluarkan rekomendasi:

  •  Harus disediakan sarana, prasarana, dan infrastruktur yang memadai pada lokasi terpilih
  • Pemindahan harus dilakukan secara bertahap untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi
  • Pemindahan harus dilakukan dengan maksud rekondisioning bukan sebagai proyek investasi dengan sasaran pemberdayaan kinerja pemerintahan tingkat provinsi.
  • Perlu dilakukan perencanaan yang seksama untuk merealisasikan proses pemindahan di bawah payung kebijakan yang menyeluruh. Termasuk pertimbangan pengadaan transportasi dan akomodasi untuk pegawai yang berdomisili di Banjarmasin
  • PERENCANAAN KOTA BANJARBARU DI MASA DEPAN HARUS SUDAH MEMPERTIMBANGKAN RENCANA KEPINDAHAN KANTOR GUBERNUR DALAM RANGKA PERSIAPAN PERPINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN PEMERINTAH PROVINISI KALIMANTAN SELATAN KE BANJARBARU DAN LEBIH LANJUT RENCANA PEMINDAHAN IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

Menuai Pro dan Kontra

Hasil kajian ini menuai tanggapan pro dan kontra di kalangan pemerintahan, akademisi, maupun maupun masyarakat luas. Ketika kajian berlangsung, sudah muncul berbagai opini di surat kabar yang mengusulkan beberapa lokasi sebagai lokasi perkantoran maupun calon ibukota provinsi. Selain Kota banjarbaru ada yang mengusulkan Kandangan sebagai ibukota karena alasan historis pernah menjadi basis Pemerintah Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang diproklamasikan pada 17 Mei 1949. Ada pula yang mengusulkan di Pelaihari. Ada yang mengusulkan lokasinya di Km. 17 Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Bahkan ada pula yang menolak perpindahan perkantoran atau pun ibukota dengan sejumlah alasan yang disodorkan.

Ketika kajian selesai dilaksanakan, tim peneliti dibuat sibuk dengan berbagai sanggahan ataupun pertanyaan yang yang muncul di berbagai pertemuan baik saat ekspose laporan akhir, rapat-rapat di DPRD Provinsi, ataupun memenuhi sejumlah sejumlah pertemuan forum diskusi yang dilaksanakan oleh sejumlah kalangan. Ada satu hal yang mengemuka bahwa kala itu banyak yang mengira bahwa hasil kajian merekomendasikan perpindahan ibukota provinsi, padahal yang dipindah adalah perkantoran. Hasil kajian perpindahan perkantoran pemerintah provinsi merupakan salah satu tahapan untuk rencana perpindahan ibukota dari Banjarmasin ke Banjarbaru. Skenarionya adalah: untuk memindah ibukota maka yang perlu dipindah terlebih dahulu adalah perkantorannya.

Pembangunan Gedung Perkantoran

Dari beberapa pertemuan yang sempat penulis ikuti bersama perwakilan  SKPD yang akan dibangun gedung kantornya, didapat penjelasan dan penyampaian draft desain kantor SKPD oleh konsultan dan Dinas PU Provinsi Kalsel di Banjarmasin bahwa  kompleks kantor gubernur di Banjarbaru nantinya akan mengadopsi simbol-simbol arsitektur budaya Banjar.

Penjelasan  itu cukup melegakan, karena  berarti pemerintah daerah dan konsultan perencana sudah menyerap aspirasi masyarakat, khususnya para budayawan Banjar yang beberapa tahun silam pernah  menyuarakan kegelisahannya di ranah seminar, diskusi, dan media  massa berkaitan dengan parahnya tingkat distorsi budaya arsitektur Banjar, lantaran tergerus oleh kemajuan zaman dan faktor ketidakberpihakan pengambil keputusan (desicion maker) dan konsultan yang lebih suka mengadopsi simbol-simbol arsitektur budaya daerah lain dalam  pembangunan sarana publik di Kalimantan Selatan.

Bangunan induk tempat gubernur berkantor didesain mengadopsi arsitektur Rumah Banjar Bubungan Tinggi, karena pejabat Kalsel Satu dianalogikan sebagai raja  yang pada masa kesultanan Banjar dahulu memang bertahta di rumah Banjar Bubungan Tinggi. Begitupula dengan tipe rumah Banjar lainnya seperti Gajah Baliku, Palimbangan, Palimasan, dan tipe rumah lainnya diupayakan dapat diaplikasikan pada bangunan organisasi perangkat daerah.

Barangkali yang tidak terealisasi adalah penggunaan nama-nama khas Banjar baik tokoh historis, dari budaya atau tanaman khas  Banjar untuk penamaan jalan dalam kawasan perkantoran di Banjarbaru, karena pada kenyataannya kemudian nama-nama jalan banyak mengambil kosa kata praja: bangun praja, darma praja, bangun praja, abdi praja, karya praja dll, yang oleh sebagian pihak  terkesan mirip sehingga membingungkan untuk dicari titik lokasinya apalagi jika tidak menggunakan aplikasi google maps. Bagaimana pendapat sampeyan?

No comments yet

Tinggalkan komentar