Lanjut ke konten

Dinamika Pembelajaran Al-Qur’an di Kalsel (Bagian 6)

Januari 22, 2024

Pembelajaran Al-Qur’an di Masa Sekarang

Oleh Wajidi

Di masa sekarang, terdapat beragam bentuk lembaga [khusus] pembelajaran Al-Qur’an di Kalimantan Selatan seperti TPA-TKA (Taman Pendidikan Al-Qur’an- Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an),  TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an), RTQ (Rumah Tahfidz Al-Qur’an), Pondok Tahfidz dengan berbagai varian atau  pondok pesantren,  dan Rumah Tilawah, meski Al-Qur’an itu sendiri juga dipelajari  dengan belajar privat, atau menjadikan Pendidikan  Al-Qur’an sebagai bagian kurikulum Pendidikan atau kegiatan ekstrakulikuler di sekolah-sekolah formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA), Masjid Kampus, dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga-lembaga itu sangat sangat bervariasi baik dalam penggunaan kurikulum, metode dan bahan ajar maupun pengelolaan dan pembiayaannya.

Dilihat dari aspek pembinaan, sebagian TPA-TKA dan TPQ  ada yang bernaung di bawah binaan LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an),  BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia), atau pun  di bawah binaan BKPAKSI (Badan Koordinasi Pendidikan Al-Qur’an dan Keluarga Sakinah Indonesia),  dan adapula dalam bentuk TPQ dan RTQ yang dikelola oleh berbagai yayasan, atau cabang dari induknya di Pusat.

Di bawah binaan LPTQ-BKPRMI terdapat FSU (Forum Silaturahmi Ustaz/Ustazah) dan KBU (Keluarga Besar Ustaz/Ustazah). Kedua forum inilah dijadikan para ustaz/ustazah untuk berkoordinasi sekaligus agar pemerintah daerah dapat melakukan pembinaan sekaligus bantuan—biasanya uang transport kegiatan.

Begitupula halnya dengan pembelajaran Al-Qur’an sudah tersedia dengan beragam metode seperti metode bagdadi, metode  Al banjari, metode Qiroati, Metode Ummi, metode Tilawati, dan lain sebagainya. sehingga belajar membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan lebih mudah atau lancar. Bahkan banyak lembaga Pendidikan Al-Qur’an yang menyertakan program pembelajaran dalam bentuk paket lengkap seperti: belajar pra Tahsin, tahsin, tajwid, tilawah,  belajar adab, belajar tata shalat, mengenal nabi dan rasul, berlatih membaca surah al-fatihah, menghapal doa-doa, dan lain-lain.

Munculnya beragam bentuk lembaga Pendidikan Al-Qur’an tidaklah untuk meniadakan, malah saling melengkapi. Sebagai contoh, keberadaan pembelajaran Al-Qur’an di rumah, di masjid, atau di  TPA sebagai wadah pertama bagi anak-anak mengenal huruf hijaiyah, dan kemudian bisa membaca Al-Qur’an sangatlah penting bagi intitusi pendidikan lainnya, karena pondok baik Pesantren Salafiyah, Pesantren Modern, atau pun RTQ atau Pondok Tahfidz  mensyaratkan calon santri harus bisa membaca Al-Qur’an terlebih dahulu.

Menghapal Quran atau Tahfidz, menjadi tren sekarang ini. Televisi Nasional (RCTI) menggelar  Acara “Hafizh Indonesia” yang menelorkan anak-anak dengan  kemampuan luar biasa dalam hapalan Quran. Para ahli yang melakukan kajian bersepakat bahwa kemampuan hapalan ayat Al-Qur’an berkorelasi dengan peningkatan kecerdasan. Menukil tulisan Syarifah Nur Aini (2020) banyak  Lembaga pendidikan yang menjadikan kegiatan menghapal Al-Qur’an menjadi program unggulan.  SDIT Ukhuwah Banjarmasin dan SDIT Rabbani ‘Amma menjadikannya sebagai ciri khas Lembaga. Adapula program Karantina Tahfidz Al-Qur’an yang merupakan Kerjasama Yayasan Amanah Umat Banua bekerjasama dengan Yayasan Karantina Tahfidz Al-Qur’an Nasional.

Dalam tataran regulasi ada beberapa aturan seperti   Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan  Nomor 3 Tahun 2009  Tentang  Pendidikan Al-Qur’an Di Kalimantan Selatan. Di Kota Banjarmasin ada  Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 4 tahun 2010 tentang wajib baca Al-Qur`an bagi siswa SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK, serta calon pengantin yang beragama Islam. Walau oleh sebagian pihak dinyatakan perda itu “mandul”.

Di Kota Banjarmasin, Walikota meluncurkan program “Magrib Mengaji” yang berlangsung sejak 2016 di beberapa masjid. Tujuannya adalah agar anak-remaja milenial jangan hanya asik dengan gadget atau berkeliaran di jalan. Ketiba waktu magrib tiba  mereka diarahkan agar pergi shalat ke  masjid ke mushola dan kemudian mengaji.

Pemerintah Kota Banjarmasin juga mengeluarkan Perwali yang mengatur pemberian uang transport pertemuan silaturahmi kepada ustaz/ustazah yang tergabung dalam FSU dan KBU  dilaksanakan 3 kali dalam sebulan, kecuali di bulan Ramadhan dan Desember. Syarat untuk mendapat bantuan tersebut adalah minimal sudah 1 tahun mengajar di TPA-TPQ dengan rasio 1 guru 7 santri.

Begitupula halnya di sebagian sekolah-sekolah di Kota Banjarmasin terutama untuk kelulusan siswa kelas VI Sekolah Dasar juga didawamkan kegiatan khataman Al-Qur’an secara massal, sehingga dengan tradisi yang baik itu semakin banyak peserta didik yang mengaji baik sebagai keharusan yang ia lakukan ketika  “membaca Al-Qur’an” sebagai muatan lokal di sekolah maupun atas kesadaran ia sendiri, dan kemudian bersama-sama teman sekolah melakukan tradisi “Batamat Qur’an”.

Pondok Tahfidz adalah salah satu bentuk pesantren. Sesuai namanya “Pondok Tahfidz” maka pembelajaran Al-Qur’an difokuskan untuk menjadikan anak-remaja hafal qur’an. Berbeda dengan Pondok Pesantren Salafiyah yang memfokuskan kepada pembelajaran kitab-kitab kuning. Pondok Tahfidz sebenarnya  adalah pesantren yang takhassus  yaitu memfokuskan mencetak penghapal Al-Qur’an di samping mendapat pendidikan muallimin. Karena berupa pondok, maka jumlah santrinya ratusan, asrama tempat santri menginap terpisah dengan gedung belajar. Di Pondok Tahfidz sekitar 80 persen pembelajaran di Pondok Tahfidz diarahkan untuk menghapal Al-Qur’an. Mereka belajar dari dasar, menghapal Al-Qur’an dari Juz 1 sampai Juz 30. Contoh pondok Tahfidz ini adalah Pondok Tahfidz Al Ihsan di Kampung Seberang Seberang Masjid, Banjarmasin. Alumninya banyak yang menjadi imam masjid, dan/atau ada yang melanjutkan ke Pakistan, Madinah, Hadramaut.

Di samping Pondok Tahfidz, ada juga Pondok Pesantren Salafiyah yang secara umum fokus kepada pembelajaran kitab kuning, namun ada juga yang takhassus atau membuka kelas khusus Tahfidz atau mendirikan lembaga Tahfidz, namun tidak banyak. Di Banjarmasin, misalnya Pondok Pesantren Al Hikmah di Kelayan yang mana ustaz/ustazah alumni Mesir. Mereka mendapatPada umumnya, pondok pesantren Salafiyah di Kalsel cenderung kepada pembelajaran Kitab Kuning kepada para santrinya.

Rumah Tahfidz adalah nama lembaga pendidikan Al-Qur’an yang juga memfokuskan pembelajaran  untuk menjadikan anak-remaja hafal Al-Qur’an. Rumah Tahfidz biasanya berdiri sendiri, dan ada yang menjadi cabang dari induknya di Pusat. Perbedaan utama antara  Pondok Tahfidz dengan Rumah Tahfidz adalah skalanya. Pada Rumah Tahfidz santrinya barangkali puluhan (disesuaikan dengan skala rumah), di rumah ini mereka menginap dan belajar. Pola Rumah Tahfidz umumnya adalah hapalan juz 30, tidak takhassus seperti di Pondok Tahfidz karena santrinya belajar pagi di sekolah formal. Umumnya mereka tidak mendapat ijazah di sini.

Di berbagai lembaga pendidikan Al-Qur’an, barangkali yang jarang ditemukan dalam bentuk lembaga adalah “Rumah Tilawah”. Dahulu ada pendidikan tilawatil Al-Qur’an, namanya Lembaga Seni Baca Al-Qur’an, namun sekarang boleh dikatakan tidak ada lagi. Lalu bagaimana mencetak para Qori? Sekarang, guru-guru tilawah membuka pelajaran seni baca Al-Qur’an di rumah, dan dikelola secara pribadi. Ada juga beberapa masjid yang mengadakan kegiatan tilawah, misalnya setiap malam rabu malam di Masjid Jami Banjarmasin yang berlangsung sejak tahun 1970-an. Dari berbagai tilawah yang dikelola para Qori/Qoriah itulah kemudian santrinya dijaring untuk mengikuti seleksi pra tilawatil Qur’an.

Namun sebenarnya untuk mencetak qori atau qoriah bisa fleksibel, karena lembaga TPA pun bisa membuka kelas khusus “kelas tilawah”., di samping kelas pra tahsin, kelas tahsin, kelas tajwid, dan kelas Tahfidz. Hal yang sama dapat pula diselenggarakan di Rumah Tahfidz, Pondok Tahfidz, atau Pondok Pesantren.

   Di Madrasah misalnya di MDI, atau MTs, pembelajaran Al-Qur’an bersifat formal. Karena madrasah merupakan sekolah agama, sudah barang tentu pembelajaran Al-qur’an  lebih ditekankan dengan mengacu kepada kurikulum pemerintah (Kemenag), ketimbang sekolah formal di bawah Disdikbud.  Pembelajaran Al-Qur’an di madrasah bertujuan selain peserta didik bisa membaca Al-Qur’an juga menanamkan ahlak Qur’ani, di samping tentang pewahyuan, makna kandungan, atau kisah yang diambil dari Al-Qur’an. Tahfidz Qur’an di Madrasah barangkali sebuah program ekstrakurikuler. Kegiatan muraja’ah di Madrasah, tidak seketat muraja’ah yang ada di Pondok Tahfidz maupun Rumah Tahfidz, baik muraja’ah untuk menambah hapalan maupun muraja’ah untuk menjaga hapalan.

Kembali mengutip dari Syarifah Nur Aini (2020) bahwa dunia pendidikan sangat juga mengapresiasi para penghapal Al-Qur’an dengan memberikan beasiswa penuh. Syarifah  dengan mengutip Kasmirudin (2018) mengatakan ada 24 perguruan tinggi di Indonesia yang memberikan beasiswa penuh dengan diserta bimbingan agama Islam secara lebih mendalam. Di tahun 2019, UIN Antasari Banjarmasin memberikan beasiswa sebesar Rp 3.500.000 kepada mahasiswa yang memiliki hapalan minimal 10 juz Al-Qur’an.

Bahkan Kepolisian Republik Indonesia dalam rekrutmen proaktif Bintara Polri tahun anggaran 2023 akan memprioritaskan menerima calon bintara, diantaranya  adalah yang pernah mendapat Juara 1, 2, dan 3 MTQ dan MQK tingkat Provinsi, Nasional, dan Internasional yang diselenggarakan oleh Kemenag RI atau  hafizh Quran minimal 10 Juz serta kemampuan tafsir Quran yang dibuktikan dengan sertifikat dari Kemenag RI/Provinsi/Kabupaten/Kota.

Di  sekolah-sekolah formal seperti SD, SMP, SMA dan SMK, Negeri ataupun Swasta, tidak semua melaksanakan pembelajaran Al-Qur’an. Sebagian sekolah ada yang menyelenggarakan pembelajaran Al-Qur’an secara khusus sebelum jelang waktu belajar, dan ada juga sekolah terutama di jenjang  SMP dan SMA yang menjadikan “Pendidikan Al-Qur’an” sebagai pilihan muatan lokal. Bahkan ada sekolah yang  bukan sekolah agama, misalnya ada SMA  menjadikan “Tahfidz Quran” sebagai sebuah keunggulan dari sekolah tersebut.

 Pada salah satu sekolah yaitu SMA Sabilal Muhtadin dii Banjarmasin dan SMA 5 Barabai di Haruyan, para siswa diharuskan melakukan tadarus Al-Qur’an sebelum jam pelajaran sekolah dimulai, sebagai bentuk pelaksanaan “Program Literasi” ataupun “Program Baca Tulis” karena dipandang lebih memberikan manfaat bagi anak didik dalam pembentukan ahlak, di samping keinginan para orang tua dan guru-guru sendiri. Untuk memudahkan pembelajaran, guru melakukan pemilahan kepada para siswa sehingga dapat diketahui siswa yang tidak lancar, atau pun yang sudah lancar membaca Al-Qur’an. Bagi anak-anak yang sudah lancar mereka diminta untuk tadarus Al-Qur’an, biasanya dilaksanakan sesudah shalat dhuha dari pukul 07.30 s.d. 08.15.  Sedangkan bagi yang tidak lancar, mereka dibimbing private dengan metode Iqra maupun metode Tilawati.  Bagi siswa yang masuk dalam kategori belajar Iqra dan Tahfidz, mereka belajar sampai pukul 08.40. Di sekolah menengah atas seperti SMA, SMK, dan MA anak-anak yang berlatar belakang pendidikan Madrasah Tsanawiyah  umumnya sudah pandai membaca Al-Qur;an.

Anak-anak yang berprestasi, misalnya khatam Qur’an atau memiliki hapalan dalam beberapa juz, mereka diberikan reward misalnya diberi hadiah Al-Qur’an terjemah atau diminta tampil mengunjukkan kebolehan di acara-acara sekolah. Umumnya anak-anak dan juga berkat dorongan orang tuanya mempunyai kemauan untuk belajar. Begitu juga dengan guru-guru. Pembelajaran membaca Al-Qur’an umumnya ditangani oleh guru-guru agama. Sebagian kecil dari mereka, yang diberikan insentif oleh sekolah. Namun lebih banyak guru yang membimbing karena panggilan hati terlebih mengingat besarnya pahala mengajar membaca Al-Qur’an.

No comments yet

Tinggalkan komentar