Lanjut ke konten

Dinamika Pembelajaran Al-Qur’an di Kalsel (Bagian 3)

Januari 22, 2024

Pembelajaran Al-Qur’an di Masjid atau Langgar

Oleh Wajidi

Selain di rumah yang diajarkan ayah ibu atau di rumah guru mengaji,  pembelajaran Al-Qur’an di masa lalu juga dilaksanakan di masjid atau langgar. Masjid merupakan institusi penting dalam proses pembelajaran Al-Qur’an. J. Pedersen dan George Makdisi dalam Ensyclopedia of Islam (Arief Subhan, 2012: 37) menyatakan bahwa masjid —yang di dalamnya ada majelis dengan pembelajaran Al-Qur’an sebagai materi utama— merupakan pusat pembelajaran yang paling awal. Ini terkait dengan salah satu fungsi masjid sebagai sarana pendidikan. Tradisi pembelajaran Al-Qur’an di masjid masih berlangsung hingga kini di masjid-masjid di Kalimantan Selatan.

Di masjid, tuan guru menyelenggarakan pengajian seperti dalam tahap awal berupa pelajaran membaca Al-Qur’andan llmu-ilmu agama lainnya,  juga melaksanakan amalan dzikir, wirid, dan tarekat dengan cara suluk. Pada mulanya memang pengajian dilangsungkan di rumah tuan guru, namun di  kemudian hari banyak yang berlangsung di langgar-langgar, surau, atau masjid. Biasa diberikan sekali atau dua kali seminggu. Ini adalah terutama bagi orang yang dewasa, atau buat orang-orang tua.

Berbagai bentuk pengajian paling awal dapat ditelusuri dari proses Islamisasi Banjarmasin, seperti sejak  abad ke-16. Masjid-masjid tua yang ada di beberapa daerah merupakan saksi bisu sebagai tempat pengajian di samping bertempat di rumah Syekh “Mursyid” (Yusliani Noor, 2016: 367).

Di masa lampau, pengajian dengan cara muzakarrah (diskusi) mengenai keagamaan bertempat di langgar (musala) yang di sampingnya dibikin kamar-kamar (Usman dan Syarifuddin, 2007: 62-63). Di kamar inilah para murid yang jauh menginap. Dengan demikian menuntut ilmu dapat dilakukan siang dan malam karena tempat mengaji dan tempat menginap menjadi satu.

Untuk kepentingan pendidikan,   langgar kadang dibangun dengan bentuk  bertingkat yang digunakan disamping sebagai tempat untuk salat melainkan juga sebagai  tempat pengajian (belajar) bagi murid beliau. Bentuk langgar dibangun bertingkat dimaksudkan agar  murid-murid  beliau yang datang dari jauh dapat menginap  di langgar (musala) dan tidak perlu  pulang ke rumah. Lantai atas digunakan untuk beristirahat  sedangkan lantai bawah digunakan untuk salat dan pengajian. Bentuk langgar seperti ini banyak di temukan di Negara yang dahulu adalah pusat Pendidikan Islam. 

Selain langgar sebagai tempat pengajian, pada saat bersamaan banyak guru-guru mengaji sampai sekarang ini  menggunakan rumah pribadi sebagai tempat pengajian. Pada zaman dahulu, rumah dibuat kamar-kamar untuk para santri  yang mengikuti pengajian. Biasanya diisi para santri  yang tempat tinggalnya jauh.

Kita  bisa melihat contoh bentuk pengajian Datu Qadhi Haji Abdussamad Bakumpai bin Mufti Haji Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari di Marabahan. Pada mulanya beliau memberikan pengajian di rumah, dan membangun balai untuk menampung masyarakat untuk belajar. Di kemudian hari,  beliau juga memberikan pengajian di langgar  Bani Arsyadi (kini Bani Arsyadi I), di samping membangun balai sebagai tempat masyarakat belajar ilmu agama  Sepeninggal Abdussamad, pengajian itu diteruskan anaknya Qadhi Muhammad Jafri yang membangun langgar Bani Arsyadi II (Hendraswati, Wajidi, Zulfa Jamalie, 2014: 79).

No comments yet

Tinggalkan komentar