Lanjut ke konten

ASAP LAGI, ASAP LAGI

November 1, 2009

Oleh WAJIDI

Masih membekas di ingatan kita bahwa pada tahun 2006 di Kalimantan dan Sumatera pernah dilanda oleh kabut asap sedemikian pekat. Kini di tahun 2009, kabut asap pekat terjadi lagi. Apanya yang salah? Mengapa kebakaran hutan dan lahan terus berulang dari tahun ke tahun? Apakah kita tidak pandai mengambil pelajaran dari peristiwa sebelumnya, sehingga pemerintah pun terlihat gagap harus berbuat apa untuk mengatasi kabut asap tersebut.
Di setiap musim kemarau, kabut asap memang selalu mengharubirukan kehidupan masyarakat. Di Kalsel dan Kalteng, kabut asap yang berasal dari kebakaran lahan gambut telah mengakibatkan terganggunya aktivitas kehidupan ekonomi, transportasi udara, darat dan sungai. Berdasarkan data satelit pendeteksi panas bumi NOAA-19 (ASMC), sampai dengan 24 September 2009 terdapat 1017 titik api (hotspot) di Kalsel. Di Kalteng, banyaknya hotspot mengakibatkan kualitas udara menjadi sangat buruk sehingga merugikan kesehatan. Banyak masyarakat yang terserang ISPA dan ketika asap sangat pekat maka sebagian sekolah pun harus diliburkan. asap 2009

Apanya yang Salah?
Titik panas terjadi karena adaya cuaca yang sangat ekstrim (lebih dari 37 derajat celcius) sehingga lahan gambut mudah terbakar dengan sendirinya, tidak adanya hujan, pembakaran lahan yang disengaja untuk pembersihan lahan perkebunan dan pekarangan, dan kurangnya kecepatan angin sehingga asap menjadi pekat.
Rusaknya ekologi lahan gambut di Kalteng diduga menjadi penyebab mudahnya lahan tersebut terbakar di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Lahan gambut yang seharusnya berfungsi sebagai penyerap dan penahan air, makin terdegradasi akibat pembukaan lahan besar-besaran khususnya untuk perkebunan kelapa sawit, serta bekas pembukaan lahan pertanian sejuta hektar.
Terlepas dari adanya cuaca ekstrim yang menimbulkan kebakaran hutan, adanya kabut asap selain berasal dari kiriman provinsi tetangga, juga disumbangkan oleh pelaku pembakaran yang dilakukan oleh perorangan dan pengusaha perkebunan besar swasta. Kenyataan ini menunjukkan bahwa norma hukum seperti Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Larangan Pembukaan Lahan dengan Cara Dibakar, Perda Pemerintah Provinsi Kalsel Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan, Pencabutan Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalteng, Keputusan Komisi Fatwa MUI Wilayah IV Kalimantan No. 128/MUI-KS/XIII/2006 yang menetapkan pembakaran hutan dan lahan untuk kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan lain-lain yang mengakibatkan kabut asap, kerusakan lingkungan serta kehidupan manusia hukumnya haram, seolah tak bergigi. Norma hukum dan norma agama yang seharusnya dipatuhi bagaikan macan ompong yang hanya pandai menggertak namun tidak mampu menggigit.
Diakui, sosialisasi produk hukum itu memang masih kurang, sehingga banyak warga masyarakat yang tinggal di pelosok tidak mengetahuinya. Sementara itu, aparat penegak hukum juga kesulitan untuk menangkap pelaku pembakaran hutan dan lahan, karena pelaku langsung meninggalkan lahan setelah membakar.
Ada pihak yang beranggapan bahwa penanganan kebakaran dipandang tidak menyentuh akar masalah, sementara koordinasi di lapangan juga lemah. Satkorlak/Satlak penanggulangan bencana memang ada, begitupula dengan Manggala Agni yang bernaung di bawah BKSDA Direktorat Kebakaran Hutan Departemen Kehutan. Kelemahan koordinasi lantaran ketidaktegasan pembagian wewenang dan tanggung jawab “siapa yang melakukan apa”, mengakibatkan penanggulangan kebakaran tidak berjalan maksimal.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemadaman kebakaran hutan dan lahan memang tidak mudah. Pemadaman kebakaran di darat seringkali sulit dilakukan karena jauhnya lokasi dari akses prasarana jalan dan tidak tersedianya air di lapangan karena kondisi lahan sangat kering. Sementara pemadaman dari udara dengan bom air, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk membikin hujan buatan yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tidak terlalu efektif, karena hanya menurunkan hujan lokal, dan kadang awan Cumulus (Cu) yang aktif jauh dari lokasi kebakaran. TMC juga membutuhkan biaya besar yakni minimal 100 juta untuk sekali pembuatan hujan buatan, atau kadang pesawat terbang penebar bubuk natrium clorida (NaCl) untuk menyemai awan tidak bisa mengudara karena pekatnya kabut asap.
Luasnya wilayah dan banyaknya titik api yang harus dipadamkan, minimnya sarana dan prasarana dan kurangnya dana yang disediakan untuk membayar insentif para petugas dan warga yang terjun ke lapangan menjadi salah satu penyebab lemahnya motivasi petugas untuk memadamkan kebakaran dan terjadinya proses pembiaran ketika kebakaran hutan dan lahan terjadi.
Pembakaran lahan di akhir musim kemarau untuk pertanian dan perladangan memang masih dipandang oleh sebagian petani dan peladang sebagai cara yang mudah untuk membersihkan lahan dan pemenuhan unsur hara. Persoalannya adalah bahwa siklus awal musim hujan kini tidak lagi dipastikan secara tepat, karena dampak El Nino yang menjadikan kemarau menjadi lebih kering dan lama, sehingga menjadikan petani membakar lahan terlalu awal dan menjadikan lahan-lahan pertanian yang dibakar sebagai sumber asap.

Langkah Antisipasi
Untuk mencegah terulangnya kebakaran hutan dan lahan di tahun-tahun mendatang diperlukan langkah-langkah antisipasi yang komprehensif.
Pertama, perkuat kordinasi dan pengaturan yang lebih tegas yang mengatur kewajiban para pihak yang bertanggung jawab dalam penanggulangan pemadaman kebakaran. Misalnya berupa Perda penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang berisi aturan dan kewajiban bagi instansi lintas sektoral (Pemerintah dan LSM) untuk saling bahu membahu menyediakan alat, tenaga dan waktu untuk menghindari dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Atau bagi daerah yang belum membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) segera membentuk badan itu, sehingga dana selalu tersedia dan personil penanggulangan bencana di daerah selalu siap untuk dikerahkan.
Kedua, alokasikan dana yang lebih memadai dalam APBD/APBN untuk peningkatan kelengkapan sarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang lebih memadai, biaya pembuatan hujan buatan, dan untuk memperbesar insentif bagi petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan.
Ketiga, untuk mengatasi tidak tersedianya air di lokasi kebakaran hutan dan lahan, maka pemerintah perlu menyediakan hidran-hidran air atau sumur bor multifungsi (sumber air bagi warga, pengairan lahan dan sumber air untuk pemadaman kebakaran di musim kemarau) di titik-titik yang potensial terjadinya kebakaran, sehingga ketika kebakaran hutan dan lahan terjadi maka air akan mudah didapat untuk memadamkannya.
Keempat, saatnya menangani akar masalah penyebab mudahnya terjadinya kebakaran lahan gambut dengan mengatur secara ketat pembukaan lahan gambut dan penerapan AMDAL untuk perkebunan besar kelapa sawit.
Kelima, melakukan sosialisasi tentang aturan larangan pembakaran hutan dan lahan yang lebih gencar pada musim kemarau melalui media cetak dan elektronik dan penyebaran pamflet melalui pesawat udara/helikopter terhadap warga masyarakat yang tinggal pelosok dan pegunungan.
Keenam, melakukan penegakan hukum secara tegas dan tanpa pandang bulu terhadap pembakar hutan dan lahan serta melakukan sosialisasi dan penyadaran agar masyakarat tidak membakar hutan dan lahan.
Ketujuh, teknologi penyemaian awan dengan biaya yang lebih murah diharapkan lebih dikuasai dan dapat diaplikasikan di wilayah kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera, seperti teknologi terbaru yang sedang diuji coba oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) dan BPPT yakni penyemaian awan dengan menggunakan roket. Dengan teknologi ini, zat penyemai awan dimuat ke dalam roket. Kemudian roket ditembakkan ke posisi awan. Dengan metode ini, pesawat penyemai awan tidak diperlukan dan biaya yang digunakan bisa menjadi lebih murah.
Kedelapan, Pemerintah Pusat mesti membantu Pemerintah Daerah dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan, terlebih lagi jika kebakaran yang terjadi karena dampak dari El Nino maka tanggung jawab penanggulan kabut asap semestinya tidak ditimpakan kepada pemerintah daerah semata.
Dengan adanya kerjasama, strategi dan langkah antisipasi yang terencana dan terkoordinasi, serta dengan dukungan anggaran yang lebih memadai diharapkan bencana kabut asap tidak lagi terulang di tahun-tahun mendatang. (Artikel ini pemenang III, Lomba Penulisan Kebencanaan Tingkat Nasional Kerjasama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Masyarakat Penulis Iptek (Mapiptek) BPPT, tahun 2009).

7 Komentar leave one →
  1. November 14, 2009 3:13 am

    MUI sudah mengeluarkan sertifikat HARAM untuk yang sengaja membakar hutan…

    info kopdar komunitas blogger kalsel (http://kayuhbaimbai.org) Minggu 29 Nopember. info lengkap contact saya di 085251534313 / 7718393

    salam
    solharmony

    Dalam artikel sudah ada disebut bahwa Komisi Fatwa MUI Wilayah IV Kalimantan No. 128/MUI-KS/XIII/2006 menetapkan pembakaran hutan dan lahan untuk kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan lain-lain yang mengakibatkan kabut asap, kerusakan lingkungan serta kehidupan manusia hukumnya haram…Terimakasih atas info komunitas bloger Kalsel

  2. astriani permalink
    November 15, 2009 10:26 am

    nice blog, semoga bisa mjdi renungan bagi kita semua…

  3. Siti Fatimah Ahmad permalink
    November 22, 2009 4:29 am

    ASSALAAMU’ALAIKUM..

    KEPADA SAHABATKU… SAMBUTLAH UCAPAN DARIKU. SERANGKAI KATA PENGGANTI DIRI. UNTUK MENYAMBUT HARI PERTEMUAN YANG BESAR. JARI SEPULUH KU SUSUN JUGA. AGAR KESALAHAN DIAMPUN SEMUA. TANDA IKHLAS PERSAHABATAN KITA.

    SALAM DUNIA, SALAM SEMUA, SALAM HARI RAYA EIDUL ADHA DAN SALAM PERPISAHAN “BERJARAK” DARI SAYA DI BANGI, MALAYSIA.

    Saudara Wajidi: Salam kenal namun saya harus pamit dulu untuk dunia blog ini sementara atas tugasan yang harus diselesaikan.. nanti akan kembali mewarnainya semula. Maaf, baru untuk mengenali sudah mahu pergi pula. terima kasih kerana sudah ke laman saya. Salam mesra.

    -SITI FATIMAH AHMAD-

    Walaikum salam, terima kasih telah berkunjung ke blog yang sederhana ini. Selamat bertugas, semoga sukses selalu.

  4. November 22, 2009 11:36 am

    malam
    kunjungan perdana
    salam hangat selalu

    Selamat datang, semoga menjadi awal yang baik

  5. hajriansyah permalink
    November 28, 2009 1:31 pm

    semoga begitu

    amin

  6. Desember 2, 2009 11:23 pm

    semoga….

  7. lee permalink
    September 24, 2012 5:56 pm

    Jangan cuma di labeli HARAM saja, itu tidak terlalu berpengaruh. Tangkap dan penjarakan orang yang membakar lahan. Biar jera!

Tinggalkan komentar